laman

Jumat, 05 Desember 2008

Idul Kurban : Mengangkat Millah Ibrahim a.s. Melalui “Telaga Kebajikan”


Sudah sama kita maklumi bahwa Idul Adha berarti juga Idul Kurban, dan itu sangat erat kaitannya dengan petunjuk Al Qur-an surat Al Kautsar, 108 : 1 – 3. Dan peristiwa pengurbanan Rasulullah Ibrahim as terhadap anaknya Rasulullah Ismail as, sebagaimana ditunjukkan di dalam Al Qur-an surat Ash Shaffat, 37 : 102.

Artinya : “Maka setelah anaknya sudah bisa berusaha membantu bapaknya, Ibrahim berkata, “Wahai anakku sayang, aku (melihat di dalam) mimpi (bahwa aku) menyembelihmu. Maka coba renungkan, bagaimana pikiranmu?” Jawab anak (Ismail), “Wahai ayah, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kelak ayah akan menyaksikan ketabahanku.”

Selaku umat Muhammad saw, Rasul penerus, pelangsung dan penyempurna dari Millah Ibrahim as, kurban merupakan rangkaian dari Haji, ibadah khusus, ibadah vertikal kepada Allah SWT, yang mengandung pesan moral syari’at, bahwa dengan berkumpulnya umat Muslim di Timur Tengah, berarti adanya jalinan silaturahim umat Islam sedunia (QS Al Hujurat, 10).

Artinya : “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu. Dan bertaqwalah kepada Allah, agar kamu sekalian mendapat rahmat.”

Jalinan silaturahim dan persatuan itu dimaksudkan agar umat Islam dapat mewujudkan suatu jalinan hati, adanya lembaga tansiq umat Islam sedunia. Sebagaimana dikehendaki oleh QS Ali Imran, 3 : 103.

Artinya : “Dan berpeganglah kamu sekalian kepada tali (Ad Din) Allah, dan janganlah kamu sekalian bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan. Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah. Orang-orang yang bersaudara. Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”

Sedangkan lembaga tansiq umat Islam sedunia itu – tiada lain kecuali hanya dapat dicapai melalui “Telaga Kebajikan”.

Akan tetapi, apa dan di mana letak Telaga Kebajikan – dalam bahasa Wahyu disebut dengan Al Kautsar itu?

Kalau kita memperhatikan QS Muhammad, 47 : 15, yang diamtsalkan oleh Allah SWT dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya. Sungai susu yang rasanya tidak berubah sedikit pun, sungai khamr yang lezat rasanya dan tidak memabukkan, sungai madu yang bersih. Demikian gambaran tentang Telaga Kebajikan yang adanya di akhirat, sebagai Jannah.

Sebagai orang yang telah memerima Islam, sudah barang tentu menetapkan tujuan semenjak kita hidup di alam dunia ini – agar dengan kemurahan Allah SWT kita memperoleh Taman Kenikmatan itu. Maka kita mesti memadukan tuntunan dan tuntutan yang dikehendaki-Nya, yang telah ditebarkan-Nya melalui Rasulullah, Muhammad saw, yang isi di dalamnya berisi Telaga Kebajikan, yaitu sumber dari segala sumber, baik sebagai sumber inspirasi bagi seluruh manusia, maupun sebagai sumber motivasi, dan titik tolak bagi orang-orang yang bertaqwa (QS Ali Imran, 3 : 138). Di dalamnya juga dapat kita pergunakan sebagai standar penilai yang benar dan salah (QS Al Anbiya, 21 : 106), serta dapat kita jadikan sebagai norma hukum (QS Al Jatsiyah, 45 : 20).

Dewasa ini, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang deras datangnya dari arah Barat dan Utara itu, diharapkan dapat memacu percepatan pertumbuhan ekonomi secara global. Sehingga membuat sebagian umat Islam menjadi skeptis, acuh tak acuh terhadap petunjuk kebajikan itu (QS Al Anfal, 8 : 21), dan mendewakan pola pikir yang logis (QS Al Jatsiyah, 45 : 24). Dan, yang tertinggal terhadap kemajuan itu, sebagian kembali bersandar kepada imamnya, dengan bertaklid secara buta (QS Al Isra’, 17 : 36), atau mengikuti pola adat dan tradisi yang turun-temurun (QS Luqman, 31 : 21), atau bahkan mereka sanggup untuk mengada-adakan selain dari yang dituntunkan Al Qur-an dan Sunnah Rasul (QS Al An’am, 6 : 93) – sebagai bentuk kompensasi diri sebab tiada mau berpaling kepada “Telaga Kebajikan” itu.

Di dalam upaya kita menepati dan menegakkan kebenaran itu, sudah pasti – sebagai Sunnahtullah – ada orang-orang yang berkompensasi atau bahkan mereka sebagai tukang pembenci. Akan tetapi, mereka sudah pasti akan gagal dan berantakan rencana mereka itu, apabila kita selaku umat Muslim tetap menjalin tali silaturahim, serta mengatur siyasah guna mencapai persatuan umat Islam seluruh dunia (QS Al Baqarah, 2 : 143), yaitu :

Artinya : Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.”

Di samping itu, kita juga dituntut tetap meluruskan motivasi kita agar tidak terbelok dari tujuan yang benar (QS Al An’am, 6 : 162), dengan senantiasa membuka wawasan intelektual atas dasar aqidah, dan tadabbur Al Qur-an, sebagai “Telaga Kebajikan” itu (QS Az Zumar, 39 : 18).

Artinya : “Orang-orang yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai lubb.”
Jadi, untuk dapat mengangkat Millah Ibrahim as, menuju kejayaan Muslim, sebagaimana telah diterangkan Allah di dalam QS AT Taubah, 9 : 33.
Artinya : “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur-an) dan Din yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.”

Kita selaku umat Muslim mesti senantiasa melakukan aktivitas kebajikan (memurnikan Islam). Kemudian kita juga hendaknya rela berkorban, berinfaq (QS At Taghobun, 64 : 17) di dalam suatu wadah kebersamaan (QS Al Kahfi, 18 : 28), dan bekerja keras atas dasar Al Qur-an (QS Al Hajj, 22 : 78), sebagai wujud dari mengabdi kepada Allah SWT (QS Adz Dzariyat, 51 : 56), dengan ikhlas dan berkecenderungan terhadap aturan QS Al Bayyinah, 98 : 5.

Artinya : “Dan tiadalah mereka itu diperintah kecuali supaya mengabdi kepada Allah dengan ikhlas kepada-Nya dalam (menjalankan) Ad Din yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah Ad Din yang lurus.”

3 komentar:

PM mengatakan...

MOHON MAAF sebelumnya... cuman sekedar berbagi info mengenai
CARA BARU ISI ULANG PULSA HP

LEBIH PRAKTIS (ngga perlu repot2 lagi datang ke counter pulsa, cukup hanya dengan mngirim sms dari hp anda sendiri)

LEBIH MURAH ( bila dibandingkan dengan harga jual di counter pulsa )

DAPATKAN BONUS PULSA GRATIS Rp. 25.000 SETIAP HARI

INFO LENGKAP DI HTTP://WWW.PRIMAMITRA.BLOGSPOT.COM

Fryonanda-IT mengatakan...

ass... temanya bagus banget ne....
bleh kenalan g'?

email::: gray.maniak@gmail.com
blog:::: http://branksecs.blogspot.com


kalow ada waktu mampir ya...
mau g' tukaran link??

Cerita Hari Febri mengatakan...

Pagi, artikel yang bagus, aku tunggu kunjungannya ya