laman

Selasa, 18 Maret 2008

MEMAHAMI PEMIKIRAN SPEKULATIF

I. Pengertian

QS Al Isra’, 17 : 36

Artinya :

”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya...”

QS Luqman, 31 : 21

Artinya :

”Dan apabila dikatakan kepada mereka, ”Ikutlah apa yang diturunkan Allah.” Mereka menjawab, ”(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati dari bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaithon itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?”

Bahwa Islam mewanti-wanti terhadap dampak psikologis yang ditimbulkan dari kedua ayat di atas, yakni antara lain dapat menciptakan atau membentuk manusia yang berpola pikir spekulatif.

Kata Spekulatif diadaptasi dari bahasa Inggris, yaitu Speculation, yang merupakan turunan dari kata Speculum, dalam bahasa Latin berarti ”cermin”. Jadi, ciri kegiatan spekulatif berkenaan dengan perilaku - seseorang - becermin. Maka berpikir spekulatif, adalah sama halnya dengan tindakan becermin. Para spekulan (speculator/spekulator) menganggap bahwa fakta yang tampak atas realitas hidup, itulah kehidupan yang sebenarnya.

Ada beberapa yang dapat dikemukakan di sini mengenai anggapan fakta yang tampak dari para spekulan, yaitu antara lain :

1. QS At Takatsur, 102 : 1 - 8, yaitu mereka yang menganggap fakta yang tampak sebagai sesuatu yang bersifat material (Material-dimensional);

2. QS Al Isra’, 17 : 36, yaitu mereka yang menganggap fakta yang tampak adalah terwujud ke dalam ruh/jiwa dari sesuatu idea (Ideal-dimensional);

3. QS Luqman, 31 : 21, yaitu mereka yang menganggap fakta yang tampak adalah sejauh yang mereka alami dan warisi (Tradisional-dimensional);

4. Tasauf dan Aliran Kebatinan yaitu mereka yang menganggap fakta yang tampak adalah sejauh yang mereka pikirkan dan bayangkan secara utopia dan apriori (Utopian-dimensional).

Adalah tergantung sebatas dimensi mana yang dapat mereka tangkap atas pantulan yang dipancarkan dari sebuah cermin realitas. Dan fakta sebenarnya, manusia itu multi-dimensional, sedangkan cermin menggambarkan wajah hanya terbatas satu dimensi saja!

II. Pohon Garapan Iblis

Kenyataan dalam dalam pemikiran spekulatif itu adalah, kenyataan semu. Rahasia dari kenyataan sebenarnya tak tampak jelas dalam realitas semu tersebut, disebabkan janji-janji syaithon atas sikap untung-untungan dan artifisial sifatnya adalah semata-mata tipu daya (QS Al Isra’, 17 : 64).

Dan apabila tipuan syaithon ini telah lumat dalam khayal serta menyesaki pola pikir. Secara psikologis-religius digolongkan orang-orang yang mandek, orang-orang yang berjalan di tempat, yang lempang di jalan Iblis nan lapang lagi maya. Dalam kemandekannya itu melambunglah hasrat untuk mengatasi dunia dengan Tasauf dan Ilmu kebatinannya; berharap bermegah-megah dengan gahim (gaya hidup modern) nya; serta kebanggaan atas tridisi leluhur nan agung - dalam tanda petik - itu; atau pula memimpikan curahan pahala yang mampu menjembatani hidupnya di akhirat kelak. Maka akan semakin tampak ranumlah buah-buah dari pohon garapan Iblis yang ditumbuhsuburkan melalui intuisi syaithoniah itu dalam penampilan yang memikat. Dan, segera saja menerbitkan gairah dan menitikkan liur para spekulan, yaitu nafsu duniawiah dan manusia-manusia ambisius.

Selanjutnya, sudah dapat dipastikan untuk memuaskan semua itu, mereka akan cenderung jatuh dalam belenggu kriminalitas, terlepas dari berat atau ringannya bentuk kriminalitas yang dilakukan adalah sangat bergantung pada coraknya, tergantung pada faktor pendorongnya. Sejak dari bersyal dan tasbihnya, dengan dasi dan kerah putihnya, dengan sihir dan santetnya, sampai pada yang usil dan isengnya.

III. Antisipasi

Sebagaimana yang telah dipahami, bahwa Islam adalah Ad Din yang meliputi segenap aspek kehidupan. Dan pokok ajaran Islam adalah pembenahan diri.

Orang yang dijangkiti pemikiran spekulatif, adalah orang yang sakit secara rohaniah. Mereka tiada memperhatikan Al Qur-an, sedangkan Al Qur-an itu sebagai obat bagi jiwa. Dan, untuk meracik serta meramu obat yang ampuh ialah dengan ilmu dan keterampilan khusus. Ilmu dan keterampilan khusus itu didapat dengan mengkaji Al Qur-an secara terus-menerus (QS Az Zumar, 39 : 18), serta dengan menghayati dan mengamalkan (QS Ali Imran, 3 : 164), yang Insya Allah dapat menjadikan diri sebagai pribadi yang terintegrasi (QS Al ’Alaq, 96 : 1 - 8), pribadi yang hidup, yang mampu meyakini petunjuk Al Qur-an dan Hadits Rasul yang shahih, yakni pribadi yang dapat memandang suatu fakta kehidupan secara multi-dimensional.

Dengan demikian pemikiran spekulatif dapat kita kembalikan pada tempatnya secara proporsional. Artinya, pemikiran spekulatif adalah mewujudkan fakta yang tampak secara semu dan artifisial, bersikap untung-untungan, mimpi/khayal sifatnya, dan tipu daya syaithon, sebagai ladang-ladang persemaian benih-benih kriminalitas, sehingga kita dapat becermin darinya secara progres, sebab janji Allah SWT itu adalah pasti!